Kamis, 24 Mei 2012

pertemuan singkat


“Yang baru jadian, lengket terus” ejek salah satu teman, kami berdua hanya menjulurkan lidah sambil tersenyum. Sudah dua minggu kami berpacaran, hubungan yang sebenarnya hanya sebatas hubungan.
Hari ini sekolah terlihat santai, setelah ujian semester yang kami laksanakan. Disetiap sudut sekolah terlihat kelompok-kelompok siswa yang asik dengan kegiatannya. Kami ikut membentuk kelompok dan memilih kantin untuk berkumpul dengan yang lain, makan menjadi tujuan utama tentunya.
“hari ini kita nonton yuk” ajak Tyo, salah satu teman kami saat sedang menunggu pesanan.
“boleh tuh, film nya seru-seru gak nih?” tanggap Dion, dia alah pacar ku.
“em, adek gw baru nonton kemaren. Katanya sih ada film komedi, seru ada petualangannya juga. Tapi gw lupa apa judulnya”
“oke deh, gw setuju” semua setuju untuk acara nobar (baca: nonton baren). Meskipun hari ini bebas dari mata pelajaran, kami bisa keluar sekolah tetap sesuai jadwal, menghindari OTS (baca: Operasi Tertib Siswa).
***
Hari ini bioskop terlihat ramai, maklum hari pertama siswa SMA selesai mengadakan ujian semester. Sepertinya semua ingin meghilangkan kejenuhan dari ujian kemarin. Sesuai saran dari Tyo, kami memilih film komedi yang dia rekomendasikan. Setengah jam kami menunggu film dimulai, tidak sia-sia filmnya sangat menghibur dan bisa menghilangkan stres.
“ayoo makaan” ajak ku dengan semangat setelah keluar  teather.
“ayooooo” mereka semua menjawab dengan semangat dan kompak.
Dion menggandeng tanganku selama kami berjalan, saat kami menonton dia juga melakukannya. Terkadang kami saling pandang dan tersenyum tipis, benar-benar menandakan kami adalah pasangan baru.
Aku menyukainya karena dia tidak terlalu suka berbicara, itu membuatku penasaran. Tapi semenjak berpacaran denganku, dia menjadi sedikit suka bicara, menurut teman-teman. 2 tahun kami satu sekolah, selama dua tahun pula kelas kami berdampingan tapi tak pernah sedikitpun kami saling sapa. Saat naik kelas 12, kelas diatur ulang, dan kami menjadi satu kelas.
Di hari pertama kami dengan suasana kelas baru, disana aku melihat dia dengan jelas. Rapih menggunakan seragam putih abu-abu, dasi menggantung dilehernya, ikat pinggang sedikit terlihat melingkari pinggangya, tangan kirinya dengan santai menyampirkan ransel hitam di pundak tanpa ia kenakan. Dia masuk kelas sambil mengehembuskan nafas dan menggaruk kepala. Dia menyapa salah satu teman berharap bisa bergabung duduk bersama, tapi ditolak mentah, aku tersenyum melihatnya.
Aku ikuti dia memandang sekeliling, dan pandangannya berhenti pada kursi disebelah ku. Aku memandanginya dilanjutakan kearah kursi disebelahku, kursi yang masih kosong. Tepat dipinggir, baris ketiga dari depan maupun belakang, dekat jendela dan kipas angin, sewaktu-waktu bisa menghindari pandangan guru (baca: nyaman). Aku kembali memandanginya diseberang sana, beberapa detik kami saling pandang dengan ekspresi masing-masing.
“Ika, gw duduk sini yaa” sudah ada Rara dihadapan ku sambil tersenyum, dan memberiku dorongan yang membuatku sedikit bergeser untuk memberinya ruang memasuki singgasana baru nya.
Rara duduk tepat disebelahku, lalu dia, aku melihat kearahnya, tapi tidak ada. Aku mencari sekeliling kelas, dan mendapati dia sudah duduk dibaris keempat diseberang sana. bersandar pada kursinya, dan kembali menghela nafas panjang. Dia melihat kerahku, memandangku, mengangkat tangan kanannya, seperti memberi isyarat kalau dia ada disana dan baik-baik saja. Sempat bingung dan melihat arah kanan kiri depan belakang mungkin dia melakukan itu untuk yang lain, tapi tidak,salam itu memang untuk ku.  Aku tersenyum kearahnya, dia sedikit tersenyum dan menurunkan tangannya. Itulah komunikasi awal kami.
*** 
“La, kamu gak papa makan itu?” tanya Dion, karena melihatku hanya makan salad.
“gak papa, kalo gak gara-gara anak salah gaul ini” kesalku pada Tyo, jahilnya dia memberi sambal pada bakso yang seminggu lalu kami makan, membuatku tidak bisa mengonsumsi apapun kecuali sayur, dan itupun sayur dengan pengolahan yang sederhana.
“makan aja Ka, gak papa kali” balas Tyo dengan santai, dan mendapat jitakan dari Dion.
Kami semua tertawa melihat wajah cemberutnya karena merasakan sakit, dan tentu saja aku yang paling puas disini.
Dion dan Tyo sudah berteman sejak awal masuk SMA, karena perbedaan karakter mereka. Dion yang tidak terlalu banyak bicara dan Tyo yang sangat cerewet dan jahil. Entah berawal dari mana, tapi yang pasti mereka selalu bersama.
Saat masuk kelas 12 dan perubahan susunan kelas, Tyo dan Dion terpisah tapi tidak dengan pertemanan mereka. Tyo sering datang ke kelas kami, dan sering kali guru-guru mengusirnya, itu tak membuatnya jera.
Hari itu kepala sekolah dan para wakil mengadakan rapat, guru kami yang juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah tentu mengikuti rapat, dan kami mendapat tugas kelompok. Kelompok tentukan masing-masing beranggotakan 6 orang, jam pelajaran selesai tugas dikumpul. Aku, Rara dan dua teman didepan kami setuju menjadi satu kelompok. Datang Dion dan teman sebangkunya dalam kelompok kami.
“kita gabung kalian ya?” pinta Geo, teman sebangku Dion. Kami semua setuju, diskusi dimulai, Dion tidak bersuara, dia hanya mengangguk – menggeleng – menunjuk tulisan-tulisan dibuku materi yang menurutnya itu jawabannya. Sebenarnya aku berharap bisa mendengar suaranya. Melihat dia tersenyum, menghela nafas panjang, menopang dagunya dimeja, itu sudah terlalu sering untuk ku – karena sering memperhatikan dia – tapi tidak dengan suaranya.
“oke, selesai. Siap dikumpul” suara nya keluar, aku terkejut mendengar suaranya, sedikit serak dan berat tapi terdengar manis. Sambil tersenyum dia berkata, mengangkat kertas tugas kami. Aku pandangi dia yang tersenyum kearah kami semua, dia berdiri menuju ketua kelas untuk mengumpulkan tugas, aku tersenyum mendengar suara pertamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar