Kamis, 24 Mei 2012

pertemuan singkat (2)


“Ra, loe pulang sama Tyo aja ya. Gw sama Dion mau mampir rumah Reta dulu”
“gak papa lah La, kalo emang Rara mau ikut” yakin Dion
“gak usah, dari pada dia jadi obat nyamuk mending ikut gw aja”
“yakin loe?” tanya Dion ragu,
“yakin lah, emang kenapa?” Tyo dengan sedikit canggung berusaha biasa aja.
“gimana La, ajak aja ya Rara nya?”
“iya, yaudah yuk Ra ikut kita aja?”
“em, gw sama Tyo aja” Rara jawab yakin dan cepat, langsung menuju motor Tyo terparkir.
“tuh kan La, dia marah gimana?”
“dia gak marah Di, Cuma malu aja, biasalah cewek” balasku berbisik dan sepertiya Dion paham.
“Ka, Yon, gw duluan ya” Tyo pamit dan menghampiri Rara yang sudah ada dimotornya.
“La, kamu yakin itu karena Rara malu bukan marah sama kamu?”
“yakin Di, tenang aja, aku udah perhatiin dia dari tadi, makanya aku alesan mau tempat Reta” jawabku dengan senyum puas.
***
“La !” teriak Dion, aku dengar Dion memanggil nama seseorang, suara itu ada dibelakangku, dikoridor begtu banyak orang, siapa yang dia panggil.
“hei, La...” Dion sudah ada di depan ku menghentikan langkahku. Dia mengehela nafas panjang
“dipanggil kok diem aja sih, ada perlu nih” dia masih berbicara dihadapanku.
“ada perlu apa Yon, sama Ika?” tanya Rara yang tiba-tiba juga sudah ada disampingku
“eh, ini. Kemaren gw gak masuk, katanya sih dapet tugas dan semua arsip tugas ada sama Lala”
“Lala?” tanya ku bersama Rara yang keheranan, siapa Lala, yang dia cari Lala kenapa aku yang dia datangi
“Lala siapa?” Rara masih heran. Dion menunjuk kearahku dengan yakin dan santai.
“sejak kapan nama dia...?” kami masih heran, bingung.
“Malaika Canda Wita, gw panggil Lala aja, biar beda” aku dan Rara masih bingung dan hanya melihat Dion dengan ekspresi aneh.
“emang penting ya, panggilan yang gw pakeke loe?” kami mengangguk yakin tanpa meleaskan pandanga kearahnya. Dion terlihat tersenyum canggung, dan menatapku.
“Malaika, La, Lala...” Dion mengangkat alis dan kedua tangannya, meminta respon, apakah benar aneh panggilan yang dia tetapkan untuk ku. Kami mengangguk, dan menganggap itu tidak lah salah.
“oke, jadi bisa minta arsip tugas nya Lala” dengan sedikit cadaan dalam kalimatnya memeberi tekaa pad nama panggilanku, aku tersenyum.
“bisa, dikelas 15 menit lagi bisa diambil arsipnya”
“sip” dia tersenyum dan berbalik menuju kantin.
“Di !” kali ini aku yang memanggilnya, dan dia menoleh.
“iya?” dia merespon. Aku heran, kenapa dia menoleh, sudah biasakah panggilan itu. Dia menatapku, memberi ekspresi bertanya. Aku hanya tersenyum, dan dia balas dengan senyuman.
“Di..?” Rara mengucapkan kalimat itu dengan heran kearahku, ada tanda tanya didalamnya. aku berjalan begitu saja.
“jadi, mau bikin panggilan beda juga ke dia, tapi sayang nya, panggilan itu kayaknya udah sering dipake buktinya dia langsung noleh” Rara mengejek, aku kesal menatapnya dan membuang muka.
***
4 bulan sudah kami menjadi siswa kelas 12, kami menjadi keluarga baru, yang berusaha bersikap baik dengan yang lain, saling mengerti.
“Di, buruan udah laper” aku meneriaki Dion yang begitu lambat, suda masuk jam istirahat dan dia asik menyelesaikan tugasnya. Dia tidak menghiraukan, tetap asik menyelesaikannya. Aku dan rara pergi menuju kantin.
“Ka, loe udah pernah tanya belom, panggilan loe ke dia itu, emang biasa dipake apa gak?”
“kok loe tiba-tiba tanya gitu?”
“gak tau kepikiran aja tiba-tiba, hehee”
“belom, gak tau gak sempet, males juga, biarin aja deh” Rara mengangguk yakin, padahal dalam pikiranku tiba-tiba menjadi penasaran, dan benar-benar ingin bertanya. Aku memutuskan kembali ke kelas, dan meninggalkan Rara begitu saja.
“mau kemana Ka?!”
“duluan aja, gw ada urusan, ntar nyusul. Daaa” aku berlari sambil melambaikan tangan kearahnya.
Sesampai dikelas, masih ada beberapa teman yang asik mengobrol dan sebagainya. Aku lihat Dion masih terus menyelesaikan tugasnya. Aku datang kearahnya, dan duduk dikursi didepannya.
“Di, mau tanya nih” dia hanya mengangguk
“dengerin, serius pertanyaannya” dia masih mengangguk cepat
“bentar aja, tinggalin dulu tugasnya, nti ditemenin kumpulnya. Sekarang dengerin dulu” kali ini aku meyakinkan dengan kesal
“iya didengerin” dia menjawab tapi tetap tidak menoleh, masih menghadap bukunya
“Di, dengerin dulu....”
“Lala... apasih, sibuk nih” jawabnya dengan kesal juga karena aktifitasnya aku ganggu. Ake cemberut sambil memandanginya, aku terus memandanginya. Beberapa menit berlalu, aku masih memandanginya denan cmberut, sesekali dia mengangkat sedikit matanya melihat keadaan ku. Masih bertahan dengan terus memandanginya, cukup membuatnya menyerah.
“oke, di dengerin. Mau tanya apa?” dengan pasrah dia lepaskan pena dan bukunya, melihat kerahku dan menghela nafas panjang. Aku tersenyum puas, karena menang.
“Cakra Dion Putra, Dion, Di... apa itu biasa aja?” dengan perlahan aku menyebutkannya. Dia terlihat sedikit heran, lalu tersenyum. Mengambil kembali alat tugasnya, itu membuatku kesal, dan menarik tugasnya. Dia berusaha merebutnya, tapi tak berhasil.
“gak biasa” dia menggeleng dan berusaha meminta kembali tugasnya. Aku memandang nya marah, dan memegang erat semua tugasnya.
“gak biasa La, baru kamu yang panggil kayak gitu” aku tidak yakin jawabannya
“tapi pertama kali langsung nengok?” aku bertanya dengan penasaran
“karena berasa dipanggil aja, sewaktu manggil kan nengok dulu baru jawab. Ngeliatin kan?” tanya nya sambil menjelaskan.
“karena negliatin, baru deh yakin kalo dipanggil, jadinya panggilannya dijawab. Tapi malah Cuma senyum doang”
“inget kapan, pertama kali itu?” aku masih penasaran
“iyalah, didepan koridor kelas Tyo” dia yakin menjawab, masih dengan heran aku melihat kearahnya.
“udah gak usah dipikirin, sini tugasnya” aku serahkan dengan ragu.
“kenapa baru tanya sekarang, kan udah lama?” aku hanya menggeleng sambil mengangkat bahu menjawab pertanyaannya, dia tersenyum heran.
“buruan, kantin” ajakan ku hanya dia beri anggukan, aku pergi dan dia tetap asik dengan tugasnya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar