“Ra, loe pulang sama Tyo aja ya. Gw sama Dion mau mampir
rumah Reta dulu”
“gak papa lah La, kalo emang Rara mau ikut” yakin Dion
“gak usah, dari pada dia jadi obat nyamuk mending ikut gw
aja”
“yakin loe?” tanya Dion ragu,
“yakin lah, emang kenapa?” Tyo dengan sedikit canggung
berusaha biasa aja.
“gimana La, ajak aja ya Rara nya?”
“iya, yaudah yuk Ra ikut kita aja?”
“em, gw sama Tyo aja” Rara jawab yakin dan cepat, langsung
menuju motor Tyo terparkir.
“tuh kan La, dia marah gimana?”
“dia gak marah Di, Cuma malu aja, biasalah cewek” balasku
berbisik dan sepertiya Dion paham.
“Ka, Yon, gw duluan ya” Tyo pamit dan menghampiri Rara yang
sudah ada dimotornya.
“La, kamu yakin itu karena Rara malu bukan marah sama kamu?”
“yakin Di, tenang aja, aku udah perhatiin dia dari tadi,
makanya aku alesan mau tempat Reta” jawabku dengan senyum puas.
***
“La !” teriak Dion, aku dengar Dion memanggil nama
seseorang, suara itu ada dibelakangku, dikoridor begtu banyak orang, siapa yang
dia panggil.
“hei, La...” Dion sudah ada di depan ku menghentikan
langkahku. Dia mengehela nafas panjang
“dipanggil kok diem aja sih, ada perlu nih” dia masih
berbicara dihadapanku.
“ada perlu apa Yon, sama Ika?” tanya Rara yang tiba-tiba
juga sudah ada disampingku
“eh, ini. Kemaren gw gak masuk, katanya sih dapet tugas dan
semua arsip tugas ada sama Lala”
“Lala?” tanya ku bersama Rara yang keheranan, siapa Lala,
yang dia cari Lala kenapa aku yang dia datangi
“Lala siapa?” Rara masih heran. Dion menunjuk kearahku
dengan yakin dan santai.
“sejak kapan nama dia...?” kami masih heran, bingung.
“Malaika Canda Wita, gw panggil Lala aja, biar beda” aku dan
Rara masih bingung dan hanya melihat Dion dengan ekspresi aneh.
“emang penting ya, panggilan yang gw pakeke loe?” kami
mengangguk yakin tanpa meleaskan pandanga kearahnya. Dion terlihat tersenyum
canggung, dan menatapku.
“Malaika, La, Lala...” Dion mengangkat alis dan kedua
tangannya, meminta respon, apakah benar aneh panggilan yang dia tetapkan untuk
ku. Kami mengangguk, dan menganggap itu tidak lah salah.
“oke, jadi bisa minta arsip tugas nya Lala” dengan sedikit
cadaan dalam kalimatnya memeberi tekaa pad nama panggilanku, aku tersenyum.
“bisa, dikelas 15 menit lagi bisa diambil arsipnya”
“sip” dia tersenyum dan berbalik menuju kantin.
“Di !” kali ini aku yang memanggilnya, dan dia menoleh.
“iya?” dia merespon. Aku heran, kenapa dia menoleh, sudah
biasakah panggilan itu. Dia menatapku, memberi ekspresi bertanya. Aku hanya
tersenyum, dan dia balas dengan senyuman.
“Di..?” Rara mengucapkan kalimat itu dengan heran kearahku,
ada tanda tanya didalamnya. aku berjalan begitu saja.
“jadi, mau bikin panggilan beda juga ke dia, tapi sayang
nya, panggilan itu kayaknya udah sering dipake buktinya dia langsung noleh”
Rara mengejek, aku kesal menatapnya dan membuang muka.
***
4 bulan sudah kami menjadi siswa kelas 12, kami menjadi
keluarga baru, yang berusaha bersikap baik dengan yang lain, saling mengerti.
“Di, buruan udah laper” aku meneriaki Dion yang begitu
lambat, suda masuk jam istirahat dan dia asik menyelesaikan tugasnya. Dia tidak
menghiraukan, tetap asik menyelesaikannya. Aku dan rara pergi menuju kantin.
“Ka, loe udah pernah tanya belom, panggilan loe ke dia itu,
emang biasa dipake apa gak?”
“kok loe tiba-tiba tanya gitu?”
“gak tau kepikiran aja tiba-tiba, hehee”
“belom, gak tau gak sempet, males juga, biarin aja deh” Rara
mengangguk yakin, padahal dalam pikiranku tiba-tiba menjadi penasaran, dan
benar-benar ingin bertanya. Aku memutuskan kembali ke kelas, dan meninggalkan
Rara begitu saja.
“mau kemana Ka?!”
“duluan aja, gw ada urusan, ntar nyusul. Daaa” aku berlari
sambil melambaikan tangan kearahnya.
Sesampai dikelas, masih ada beberapa teman yang asik
mengobrol dan sebagainya. Aku lihat Dion masih terus menyelesaikan tugasnya.
Aku datang kearahnya, dan duduk dikursi didepannya.
“Di, mau tanya nih” dia hanya mengangguk
“dengerin, serius pertanyaannya” dia masih mengangguk cepat
“bentar aja, tinggalin dulu tugasnya, nti ditemenin
kumpulnya. Sekarang dengerin dulu” kali ini aku meyakinkan dengan kesal
“iya didengerin” dia menjawab tapi tetap tidak menoleh,
masih menghadap bukunya
“Di, dengerin dulu....”
“Lala... apasih, sibuk nih” jawabnya dengan kesal juga
karena aktifitasnya aku ganggu. Ake cemberut sambil memandanginya, aku terus
memandanginya. Beberapa menit berlalu, aku masih memandanginya denan cmberut,
sesekali dia mengangkat sedikit matanya melihat keadaan ku. Masih bertahan
dengan terus memandanginya, cukup membuatnya menyerah.
“oke, di dengerin. Mau tanya
apa?” dengan pasrah dia lepaskan pena dan bukunya, melihat kerahku dan menghela
nafas panjang. Aku tersenyum puas, karena menang.
“Cakra Dion Putra, Dion, Di...
apa itu biasa aja?” dengan perlahan aku menyebutkannya. Dia terlihat sedikit
heran, lalu tersenyum. Mengambil kembali alat tugasnya, itu membuatku kesal,
dan menarik tugasnya. Dia berusaha merebutnya, tapi tak berhasil.
“gak biasa” dia menggeleng dan
berusaha meminta kembali tugasnya. Aku memandang nya marah, dan memegang erat
semua tugasnya.
“gak biasa La, baru kamu yang
panggil kayak gitu” aku tidak yakin jawabannya
“tapi pertama kali langsung
nengok?” aku bertanya dengan penasaran
“karena berasa dipanggil aja,
sewaktu manggil kan nengok dulu baru jawab. Ngeliatin kan?” tanya nya sambil
menjelaskan.
“karena negliatin, baru deh yakin
kalo dipanggil, jadinya panggilannya dijawab. Tapi malah Cuma senyum doang”
“inget kapan, pertama kali itu?”
aku masih penasaran
“iyalah, didepan koridor kelas
Tyo” dia yakin menjawab, masih dengan heran aku melihat kearahnya.
“udah gak usah dipikirin, sini
tugasnya” aku serahkan dengan ragu.
“kenapa baru tanya sekarang, kan
udah lama?” aku hanya menggeleng sambil mengangkat bahu menjawab pertanyaannya, dia tersenyum heran.
“buruan, kantin” ajakan ku hanya
dia beri anggukan, aku pergi dan dia tetap asik dengan tugasnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar