Minggu, 13 Januari 2013

letarre geteleusted - surat kekecewaan


I remember when you do like that. Yo do like that for me.
I remember when you say “Like You” . You say, just to say.
I remember when you like a good man. Relly good man?
I remember when we’re to be close. I hope, isn’t just my feel.
 I remember when you know “I Love You” and you just know.
I know we’re not meen. Just I like You and You like me.
Now, you do like that for other girl. You do like that?
Now, you say “Like You” to other girl. You say that?
Now, you be close with other girl. To be close with her?
Now, you be look good to other girl. You look good?

I don’t know, why I’m feel like this. But, don’t you know?
I feel hurt in my heart, aren’t you?
Please, don’t do like that. Don’t be close with her. Don’t be love for her.
Do you hear me? Hah,


Imgonadie,22jullies1845


Kertas kuning bertuliskan kekecawaan itu terbang bersama angin. Melayang, menari di udara tanpa ada yang peduli kalau ada kekecewaan di dalam nya. Hingga dia memukan seorang gadis yang tertidur di halte bis sambil membuka mulut. Kertas itu menutup mulut sang gadis, dan dia pun terbangun.
“eh, apaan sih” diambil dan diremas nya kertas kuning itu dimasukan dalam tas. Ada orang lain yang memperhatikan tingkah sang gadis, tanpa diketahuinya.
Bersamaan dengan itu, datang lah bis dengan tujuan ellies – daerah yang menjadi tempat wisata karena memiliki danau yang indah. Di sanalah gadis itu tinggal, sendiri, di dalam kompartemen yang cukup nyaman.
Karena lelah bekerja, tidak sempat untuk mandi dia langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Mendengkur pelan menandakan dia sudah terlelap dalam tidurnya.
Keesokan paginya, dia bangun seperti biasanya jam 9 pagi. Membuat sarapan, mandi, menonton teve, dan melakukan hal lain untuk memenuhi waktu yang dimiliki – bahkan tidur kembali. Jam 1 siang, gadis ini sudah siap pergi untuk bekerja.Menyusuri jalan batu yang disusun dengan indah di pemukiman warga, berhenti di halte bisa dekat danau. Berdiri tenang menatap kedepan, menunggu bis datang.
Gadis itu merogoh tas selempang nya mencari membercard untuk mendapat potongan saat naik bis. Saat merogoh isi tas nya dia menemukan kuning berantakan, dengan santai dia membuang nya kesamping.
sorry, you can’t do this” sapa salah seorang disamping gadis itu sambil mengacungkan kertas kuning di depan muka sang gadis.
“hmm?” gadis menoleh pada orang yang ada disebelahnya
“rubbish, you fouled bus stop” dia pertegas dengan meggoyangkan kertas kuning di depan muka si gadis
“oh, sorry. I put on me, OK” dengan gugup gadis itu mengambil kertas yang ada di tangan pria di samping nya. Pria itu mengagguk setuju. Gadis itu kembali memasukan kertas kuning ke dalam tas nya.
Bis yang mereka tunggu sudah datang, gadis itu melangkah lebih dulu dan mencari tempat favoritnya –bagian belakang. Pria yang tadi ada di samping nya, sekarang duduk tepat di depannya. Sang gadis hanya mampu terdiam karena gugup, dia mengambil sebotol air mineral dalam tasnya dan langsung meminumnya dengan gugup.
“work?” pria di depannya menoleh menyapa sang gadis. Dia hanya mampu mengangguk gugup untuk menjawabnya, dengan sedikit senyum panik.
“where?”
“hmm? Emm over there” sambil menunjuk sembarang arah, dan pria itu mengikuti arah tangan sang gadis sambil mengangkat alis
“ah, I meen. Not far from here” senyum malu dan masih gugup. Pria itu mengangguk-angguk
“you’re home?”
“ellise 22”
“from lake?” kali ini pria itu bangun dari tempat duduk dan pindah disamping sang gadis
“eh, not far. You ca walk from there, in 5 minutes you can find my home” kali ini sang gadis berusaha santai
“since when, you in there”
“was I born. Im ellisein –orang asli ellise” senyum mengembang iklas dari wajah sang gadis sambil menundukan kepala ramah.
Pria itu terkejut, dan membuka mulutnya sedikit lama lalu kembali brtanya.
“I can’t trust you. Look you’re skin” kata pria itu sambil melihat warna kuning langsat yang ditampilkan dari kulit sang gadis. Dan gadis itu hanya tersenyum ramah.
“you’re eyes, you’re tall. Isn’t like ellisein” pria itu masih penasaran
“zo, whu ma? hoo ma, to bua la praa ma” –jadi, siapa aku? Bagaimana aku, membuat kamu percaya padaku- gadis tu bicara dengan lancar bahasa ellisein.
“ma na, la leir di vana. Zo, la kein to took ellise” –aku tau, kamu lahirdi sini. Jadi, kamu bisa berbahasa ellise
“ah, ma gaa” –ah, kamu benar
“zo, took to ma. whu la” –jadi katakan padaku, siapa kamu?
Kali ini obrolan mereka memiliki banyak obrolan dan lebih santai, mereka dengan santai menggunakan bahasa ellise.
“aku memang memiliki warna kulit yang berbeda. Ibuku ellisein, ayahku essa. Dan aku sangat mengikuti gen ayahku”
“esse? Dimana itu?”
“di daerah tropis yang jauh dari sini, dan mereka memiliki warna kulit seperti ku ini. Daerah mereka yang membuat mereka memiliki warna kulit like this”
Bis berhenti pada sebuah halte, tujua gadis yang harus bekerja.
“aku turun disini”
“iya aku tahu” katanya dengan ramah dan tersenyum.
“baiklah. Sampai jumpa”
“bagaimana aku bisa menghubungimu jika kita tidak bertemu lagi di bis ini?”
“hmm? Ah, aku punya kartu nama. This”
***
Malam hari di halte bis, sang gadis kembali menunggu sambil tertidur. Tanpa dia tahu ada orang lain yang duduk memperhatikannya. Bisa datang dan membunyikan klakson, hingga sang gadis terbangun. Masuk ke dalam bisa sambil mengambil membercard yang adad dalam tas. Setelah akan memasukannya lagi, dia melihat kertas kuning dan memandang nya kebingungan. Diambilnya kertas kuning dibuka dari leceknya kertas itu. Ada tulisan dalam kertas kuning itu, dia membacanya dengan sedikit kantuk. Dia membuka matanya dengan lebar kali ini, karena tulisan yang ada didalamnya. entah kenapa dia merasa sedih, tiba-tiba air mata keluar.
“miye mora, noni” –selamat malam nona
Gadis itu mendongak dan melihat pria yang pagi tadi bersamnya kini ada dihadapannya lagi.
“tiiers? Sed?” –menangis? Sedih?
“oh” sang gadis terkejut dan mengusap air matanya.
“zo?” –jadi?
“tidak ada, hanya tiba-tiba air mata keluar begitu saja”
“hem, tidak. Kau menangis setelah membaca kertas itu. Boleh aku melihatnya?”
“eh, kau tahu”
“iya, aku melihat kertas ini yang mendatangimu” dia mengambil kertas itu dan membacanya
“mendatangiku?” sang gadis bingung
Pria itu hanya mengangguk masih sambil membaca kertas kuning itu dan mengerutkan kening. Sang gadis memandanginya mengharapkan jawaban yang jelas. Pria itu mengembalikan kertas pada sang gadis.
“malam kemarin, seperti biasa kau tertidur sambil menunggu bis. Ehm, mulut mu terbuka dan kertas itu terbang lalu menutupi mulutmu. Tidak kah kau ingat?”
Sang gadis mengerutkan dahi berusaha mengingat.
“aku ingat, lalu kertas itu aku masukan dalam tas dengan meremasnya”
“benar”
“pagi tadi aku akan membuang nya, tapi kertas itu kembali padaku melalui kamu”
Pria itu mengangguk setuju dengan senyum.
“dan sekarang kertas ini ada ditanganku”
“kamu menangis karena merasa sedih untuk yang menulis?” tanya pria itu lembut
Sang gadis tersenyum masam kali ini, memandang kearah kertas kuning itu.
“bukan, aku hanya merasa ada aku di dalam nya. Aku merasa itu seperti aku. lebih tepatnya karena aku juga sempat mengalami hal itu” sedih tapi berusaha tegar sang gadis menjelaskannya
“apa mungkin ini tulisanmu yang kau lupakan?”
“tidak, aku tidak terlalu suka menulis dalam kertas. Aku lebih suka mengetiknya, apapun itu tulisannya”
“dan kau lihat, tidak ada buku apa lagi pena hanya ada e-type yang aku bawa” sang gadis menunjukan isi tas nya dan hanya ada dompet juga e-type –semacam tablet.
“coba sini aku lihat lagi” diambilnya keras itu dan membacanya kembali “dimana itu imgonadie? Mungkin dari sana kertas ini terbang?” sambil menunjukan seperti nama daerah yang tertera dalamkertas kuning
“aku tidak tahu, aku tidak pernah mendengarnya”
“iya aku juga, mungkin dia dari negara essa?” candanya
“bagaimana mungkin dari essa bisa sampai sejauh ini” senyum sang gadis muncul.
“baiklah akan aku simpan surat ini” sang gadis memutuskan
“jagalah dengan baik, karena surat ini kita mulai percakapan, kalau selama ini aku hanya memperhatikanmu”
Sang gadis menoleh penuh tanya pada pria itu, dan hanya dibalas senyuman kecil.
“lanjutkan tidurmu, saat sudah sampai tempatnya akan aku bangunkan” pria itu menutup pembicaraan dan menatap kedepan dengan tenang. sang gadis menurut dan tertidur dalam perjalanan.
***
“miye shinee mensire” –selamat pagi tuan, sapa sang gadis ramah pada pria disampingnya
“miye shinee noni” –selamat pagi nona, pria membalasnya dengan senyum ramah sambil menundukan kepalanya, sopan.
“look mensire” sang gadis menunjukan kertas kuning yang semalam mereka bahas.
“kenapa?”
“lihat nama tempat yang mensire temukan”
Pria itu ikut memperhatikan, dan mengerutkan dahi.
“apakah kau sudah tau, ada dimana itu?”
“bukan mensire, coba mensire baca dengan teliti”
Pria itu kembali memperhatikan tulisan yang ada dipojok kanan bawah itu. Dia mengerutkan dahi kebingungan, lalu melihat kearah sang gadis dan menggeleng pelan tanda tak paham
“hah” sang gadis menyerah, tak menyangka pria itu tak paham hal itu.
“imgonadie, apakah mensire tidak bisa membacanya. Perhatikan baik-baik, imgonadie. Semalam aku memisahkan tiap-tiap hurufnya hingga berkali-kali, dan yang aku temukan seperti ini. I’m gon a die”
Pria itu menoleh kaget pada sang gadis, dan dibalas dengan anggukan yakin.
“ini seperti surat perpisahan pada orang yang dituju, atau surat perpisahan yang hanya mampu dituliskan”
“benar mensire, dan perhatikan lagi tahun dari penulisan surat ini 1845. Bukankah itu sudah lama sekali abad 18 mensire, bukankah itu terlalu lama. Diabad itu belum ada pena dengan tinta seperti ini, dan kertas jenis ini”
“iya benar, noni. Kenapa aku tidak menyadarinya, aku hanya tertarik pada nama daerahnya” pria itu memandangi tahun penulisan surat”
“jadi apa yang mensire pikirkan?”
“em, tunggu sebentar” pria itu berfikir dengan serius “apakah noni sudah mengetahuinya?” tanyanya dengan serius
“aku tidak yakin, hanya perkiraanku saja”
“em, begitu” pria itu mengangguk sambil terus berfikir “jam!” tiba-tiba dia berteriak kaget.
“benar mensire, itulah yang aku pikirkan juga” sang gadis bicara sambil sedikit tersenyum
“iya benar, mungkin dia berfikir akan mati pukul 18.45”
“ya sepsertinya begitu”
“hei, bukankah kita seperti detektif?”
“ah, benar” sang gadis tersenyum senang
“rasa penasaran sepertinya yang membuat detektif tetap bertahan menyelesaikan masalah. Dan sekerang aku merasakannya” dengan yakin pria itu mengungkapkannya
“mensire, apakah ingin menyelesaikan masalah ini?” sang gadis bertanya sambil tersenyum.
“em, saya rasa begitu. Bagaimana noni?” tanya nya sambil mengerutkan dahi
“saya juga” sang gadis juga ikut yakin
“nah, apalagi yang akan kita temukan. Ayo kita perhatikan kembali surat ini”
Bis yang mereka tumpangi berhenti di halte yang menjadi tujuan sang gadis.
“ah, sebaiknya kau turun, kau sudah sampai”
“emm, kita lanjutkan saat kita pulang nanti?”
“baiklah, dan noni pegang surat ini aku akan memfotonya”
***
“noni, aku ada di dalam sini. Cepat masuk” panggil pria dari dalam bis, dan sang gadis menghampiri dengan senyum.
“apakah ada sesuatu yang baru yang noni ketahui?”
Sang gadis duduk disamping pria dengan menunjukan wajah sebal yang candaan
“entahlah, aku tak yakin”
“kenapa?”
“menurutku sedikit aneh. Mensire bagaimana?”
“aku tidak menemukan apapun, yah masih sama seperti tadi pagi. Aku hanya menemukan jam itu, dan aku yakin itu menunjukan waktu” jawabnya lemas dan berlanjut dengan pede.
“ck, jadi ini yang mensire bilang semangat seorang detektif?”
“saya bilang saya memiliki semangat itu, tapi otak saya bukan otak detektif” alasan pria itu dengan cengengesan
“ini yang kau temukan”
“apa apa apa?”
“ck, dari isinya saya yakin luapan isi hatinya. Seseorang yang mengalami kekecewaan yang mendalam”
“iya benar, saya tahu itu”
“dan yang membuat kita penasaran adalah tempat dan tanggal penulisan surat ini”
“iya, iya saya tahu. jadi apa yang kau ketahui, cepat saya penasaran”
“mensire, kau ini benar-benar”
“baiklah saya akan sabar”
“ehem, pukul 18.45 bisa terjadi setiap hari”
Pria itu mengangguk paham dan berusaha sabar, jadi hanya akan mendengarkan dengan baik.
“dan itu kemungkinan pada tanggal 22 jullies, tapi bukankah itu sudah lewat”
“jadi kemungkinan penulis surat ini sudah meninggal, dan kita terlambat untuk mengetahuinya”
“nah, itu dia sepertinya begitu”
“tapi buat apa surat ini sampai padamu?”
“mungkin hanya terbang dan sampai padaku”
“benarkah, hanya seperti itu”
“sudahlah mensire, tidak usah dipirkan mungkin hanya sebetas kertas yang kebetulan terbang ke arahku”
“oh iya, baiklah” pria itu santai menanggapi
Sang gadis termenung memandang ke luar jendela, memandangi kegelapan malam. Dia masih merasakan kegelisahan dalam hatinya karena surat kertas kuning. Dalam diamnya, sang gadis masih memikirkan asal dari surat itu, penulisnya, kenapa dia menulis nya. Pertanyaan itu masih menggelantung dalam kepalanya. Pria disamping nya pun hanya diam, memandang lurus ke depan.
***
Pagi ini, sang gadis tidak melihat pria itu ada dihalte. Dia menoleh ke segala arah mencari keberadaan si pria, tapi takada tanda kehadiran seseorang. Melihat bis sudah datang, sang gadis langsung masuk dan duduk di tempat favorit nya. Dia masih mengharapkan kehadiran si pria, tapi bis sudah melaju dan pris itu tidak juga ada dalam bis yang ditumpanginya.
Dalam perjalanan, sang gadis memegang kembali kertas kuning itu. Dipandangnya kertas kuning dengan rasa penasaran.  Setipa kali dia membacanya, dia pasti merasakan kesedihan. Dia seperti merasakan kekewaan penulis itu. Karena itu juga lah yang dia alami, melihat orang yang selalu dia cintai tak pernah bisa dia miliki dan kini hanya mampu melihatnya bersama yang lain.
***
“miye mora, noni” –selamat malam, nona
“mensire, kenapa pagi tadi kita tidak bertemu?”
“oh, saya pergi lebih pagi dari biasanya karena ada yang harus saya selesaikan. Jadi bagaimana pengamatan ita tentang surat kuning, apakah akan dituntaskan atau benar-benar akan kita cukupkan?” tanya pria itu saat sudah dalam bis”
“kita lanjutkan mensire, setuju?”
“setuju, tapi noni tau saya tak banyak membantu”
“ya, tidak apa saya tahu itu”
“jadi apa yang sudah kita temukan?”
“coba mensire lihat ini” dia menunjukan buku kecil dengan rincian nama barang dan harganya.
“ah, jenis tulisannya sama noni. Milik siapa buku ini”
“saya mensire” jawab sang gadis dengan lemah dan ada nada keheranan dari kalimatnya sendiri
“milik noni? Atau seseprang yang noni kenal dan buku ini ada pada noni”
“ini benar milik saya, pernah suatu hari saya pergi berbelanja dan melupakan beberapa barang. Karena tak ingin kembali saya menitip pada teman yang ingin pergi berbelanja. Setela itu kami bersama merinci harga yang harus saya ganti, dan hari itu saya kebetulan saya meninggalkan e-type jadi saya menuliskannya pada buku ini”
“nah, bukankah pernah saya katakan mungkin ini milik noni”
“tapi saya tak merasa pernah menulisnya”
“benarkah?”
“dana teka-teki yang kita temukan, i’m gon a die, 22 juliies, 18.45? kalau saya yang menulisnya seharusnya saya sudah mati dan tidak berada disini bersama mensire”
“benarkah?”
“apa maksud mensire?”
“tidak apa-apa” jawabnya tenang sambil memandang ke depan
“tidak kah mensire penasaran, kenapa tulisan kami bisa sama?”
“entahlah, aku lelah. Aku mau tidur, hari ini melelahkan sekali” pria itu merebahkan kepalanya dengan tenang pada sandaran kursi.
“chh, baiklah biar aku sendiri yang memikirkannya. Toh dari awal aku sendri yang berfikir disini” sang gadis kesal, Pria itu tetap tenang dalam tidurnya.
***
“noni, tidak kah kau merasa ada yang aneh” pria itu mengajukan pertanyaan pada sang gadis saat mereka dalam perjalanan berangkat bekerja
“apa” jawabnya masih dengan nada kesal
“apakah kau baik-baik saja? Tidak kau merasa ada yang berubah?” tanya nya makin serius
“apa, aku tidak tau. Aku tidak merasakan apa-apa”
“begitukah? Baiklah” akhirnya pria itu menyerah bertanya, menyilangkang tangannya dan memandang lurus ke depan.
‘apa yang beda dariku, tidak ada. Aku masih seperti biasa’
‘aku berangkat bekerja, membuat rancangan program terbaru, menyelsaikannya, lalu pulang’
‘mensire yang justru aneh, menanyakan hal yang aneh’ ucapnya dalam hati
Gadis itu diam dan memandag keluar, menerawang dari kaca. Diam nya kali ini memikirkan kembali ucapan si pria yang membuat nya gelisah. Dia lalu berdiri dengan terkejut, saat melihat ada yang aneh.
Dia berjalan ke arah seorang penumpang, melihat keseluruh bagian bis. Dia melihat bayangan samar dari semua penumpang, dan dia tidak melihat ada dia di dalamnya. Dia berusaha menyapa salah seorang penumpang dan tidak mendapat jawaban. Sang gadis merasa panik, dia menggoyangkan tangannya di depan muka penumpang itu. Sang gadis semakin panik, dia berteriak pada penumpang itu, tak ada satu orang pun yang mendengarkannya.
Sang gadis lemas dan menangis, tiba-tiba dia merasakan dingin dan pandangannya kabur.
 Berjalan mendekati si pria, dan berusaha membangunkannya. Tapi dai tak mampu dia hanya diam dan memandanginya dengan lemas dan menangis ketakutan.
“apakah kau sudah menyadarinya?” tanya pria itu masih dengan terpejam
“apa ini, mensire?” tanya sang gadis dengan gugup dan takut
“kenapa mereka tidak mendengarku, kenapa hanya mensire yang mendengarkan aku, kenapa seperti ini?”
Pria itu membuka matanya dan memandang sang gadis dengan tenang
“selama ini tidak ada yang aneh dengan diriku, sampai mensire bertanya seperti itu. Aku berangkat dan beker..” dia menghentikan kalimatnya, dan mulai menangis dalam ketakutan.
Dalam pekerjaannya yang memang sendiri, dia tidak merasa heran. Tapi saat dia berada di halte, bis hanya berhenti saat ada orang lain bersamanya. Saat dia sendiri, bis tidak pernah berhenti, sang gadis menganggapnya biasa karena dia pikir supir tidak melihatnya dan dia malas untuk mengejarnya karena sudah lelah bekerja. Hidup di kompartemen sendiri dan bekerja sendiri. Sang gadis menangis tanpa suara dalam ketakutan dan badan gemetar.
***
Danau Jullies yang berada di blok 22 kota Ellise, menghadirkan akhir musim gugur yang sangat dingin.  Tenggelamnya seorang gadis di danau tersebut, membuat danau semakin mengeluarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Ada seorang pria dengan rambut putih berkilau, kulit pucat dingin, berjas putih lembut memandangi danau tersebut sambil memegang kertas kuning. Di pinggir danau, dia memandang dengan ketenangan.
“gwenee moza, mensire” –terimakasih banyak , tuan
Sapa seorang gadis dengan gaun putih lembut dan kulit putih pucat, memandang kearahnya dan tersenyum ramah.
Pria itu menoleh kearahnya dan membalas senyum sang gadis.
“ini sudah tugasku, mengantarmu ketempat yang seharusnya” dengan senyum ramah.
_______

Tidak ada komentar:

Posting Komentar