I remember when you do like that. Yo
do like that for me.
I remember when you say “Like You” .
You say, just to say.
I remember when you like a good
man. Relly good man?
I remember when we’re to be close. I
hope, isn’t just my feel.
I remember when you know “I Love You” and you
just know.
I know we’re not meen. Just I like
You and You like me.
Now, you do like that for other
girl. You do like that?
Now, you say “Like You” to other
girl. You say that?
Now, you be close with other girl.
To be close with her?
Now, you be look good to
other girl. You look good?
I don’t know, why I’m feel like
this. But, don’t you know?
I feel hurt in my heart, aren’t you?
Please, don’t do like that. Don’t be
close with her. Don’t be love for her.
Do you hear me? Hah,
Imgonadie,22jullies1845
Kertas kuning bertuliskan kekecawaan
itu terbang bersama angin. Melayang, menari di udara tanpa ada yang peduli
kalau ada kekecewaan di dalam nya. Hingga dia memukan seorang gadis yang tertidur
di halte bis sambil membuka mulut. Kertas itu menutup mulut sang gadis, dan dia
pun terbangun.
“eh, apaan sih” diambil dan diremas
nya kertas kuning itu dimasukan dalam tas. Ada orang lain yang memperhatikan
tingkah sang gadis, tanpa diketahuinya.
Bersamaan dengan itu, datang lah bis
dengan tujuan ellies – daerah yang
menjadi tempat wisata karena memiliki danau yang indah. Di sanalah gadis itu
tinggal, sendiri, di dalam kompartemen
yang cukup nyaman.
Karena lelah bekerja, tidak sempat
untuk mandi dia langsung merebahkan tubuhnya di sofa. Mendengkur pelan
menandakan dia sudah terlelap dalam tidurnya.
Keesokan paginya, dia bangun seperti
biasanya jam 9 pagi. Membuat sarapan, mandi, menonton teve, dan melakukan hal lain untuk memenuhi waktu yang dimiliki –
bahkan tidur kembali. Jam 1 siang, gadis ini sudah siap pergi untuk
bekerja.Menyusuri jalan batu yang disusun dengan indah di pemukiman warga,
berhenti di halte bisa dekat danau. Berdiri tenang menatap kedepan, menunggu
bis datang.
Gadis itu merogoh tas selempang nya
mencari membercard untuk mendapat
potongan saat naik bis. Saat merogoh isi tas nya dia menemukan kuning
berantakan, dengan santai dia membuang nya kesamping.
“sorry,
you can’t do this” sapa salah seorang disamping gadis itu sambil mengacungkan
kertas kuning di depan muka sang gadis.
“hmm?” gadis menoleh pada orang yang
ada disebelahnya
“rubbish, you fouled bus stop” dia
pertegas dengan meggoyangkan kertas kuning di depan muka si gadis
“oh, sorry. I put on me, OK” dengan gugup
gadis itu mengambil kertas yang ada di tangan pria di samping nya. Pria itu
mengagguk setuju. Gadis itu kembali memasukan kertas kuning ke dalam tas nya.
Bis yang mereka tunggu sudah datang,
gadis itu melangkah lebih dulu dan mencari tempat favoritnya –bagian belakang.
Pria yang tadi ada di samping nya, sekarang duduk tepat di depannya. Sang gadis
hanya mampu terdiam karena gugup, dia mengambil sebotol air mineral dalam
tasnya dan langsung meminumnya dengan gugup.
“work?” pria di depannya menoleh
menyapa sang gadis. Dia hanya mampu mengangguk gugup untuk menjawabnya, dengan
sedikit senyum panik.
“where?”
“hmm? Emm over there” sambil
menunjuk sembarang arah, dan pria itu mengikuti arah tangan sang gadis sambil
mengangkat alis
“ah, I meen. Not far from here”
senyum malu dan masih gugup. Pria itu mengangguk-angguk
“you’re home?”
“ellise 22”
“from lake?” kali ini pria itu
bangun dari tempat duduk dan pindah disamping sang gadis
“eh, not far. You ca walk from
there, in 5 minutes you can find my home” kali ini sang gadis berusaha santai
“since when, you in there”
“was I born. Im ellisein –orang asli
ellise” senyum mengembang iklas dari wajah sang gadis sambil menundukan kepala
ramah.
Pria itu terkejut, dan membuka
mulutnya sedikit lama lalu kembali brtanya.
“I can’t trust you. Look you’re
skin” kata pria itu sambil melihat warna kuning langsat yang ditampilkan dari
kulit sang gadis. Dan gadis itu hanya tersenyum ramah.
“you’re eyes, you’re tall. Isn’t
like ellisein” pria itu masih penasaran
“zo, whu ma? hoo ma, to bua la praa
ma” –jadi, siapa aku? Bagaimana aku, membuat kamu percaya padaku- gadis tu
bicara dengan lancar bahasa ellisein.
“ma na, la leir di vana. Zo, la kein
to took ellise” –aku tau, kamu
lahirdi sini. Jadi, kamu bisa berbahasa ellise
“ah, ma gaa” –ah, kamu benar
“zo, took to ma. whu la” –jadi
katakan padaku, siapa kamu?
Kali ini obrolan mereka memiliki
banyak obrolan dan lebih santai, mereka dengan santai menggunakan bahasa
ellise.
“aku memang memiliki warna kulit
yang berbeda. Ibuku ellisein, ayahku essa. Dan aku sangat mengikuti gen ayahku”
“esse? Dimana itu?”
“di daerah tropis yang jauh dari
sini, dan mereka memiliki warna kulit seperti ku ini. Daerah mereka yang
membuat mereka memiliki warna kulit like this”
Bis berhenti pada sebuah halte, tujua
gadis yang harus bekerja.
“aku turun disini”
“iya aku tahu” katanya dengan ramah
dan tersenyum.
“baiklah. Sampai jumpa”
“bagaimana aku bisa menghubungimu
jika kita tidak bertemu lagi di bis ini?”
“hmm? Ah, aku punya kartu nama.
This”
***
Malam hari di halte bis, sang gadis
kembali menunggu sambil tertidur. Tanpa dia tahu ada orang lain yang duduk
memperhatikannya. Bisa datang dan membunyikan klakson, hingga sang gadis
terbangun. Masuk ke dalam bisa sambil mengambil membercard yang adad dalam tas. Setelah akan memasukannya lagi, dia
melihat kertas kuning dan memandang nya kebingungan. Diambilnya kertas kuning
dibuka dari leceknya kertas itu. Ada tulisan dalam kertas kuning itu, dia
membacanya dengan sedikit kantuk. Dia membuka matanya dengan lebar kali ini,
karena tulisan yang ada didalamnya. entah kenapa dia merasa sedih, tiba-tiba
air mata keluar.
“miye mora, noni” –selamat malam
nona
Gadis itu mendongak dan melihat pria
yang pagi tadi bersamnya kini ada dihadapannya lagi.
“tiiers? Sed?” –menangis? Sedih?
“oh” sang gadis terkejut dan
mengusap air matanya.
“zo?” –jadi?
“tidak ada, hanya tiba-tiba air mata
keluar begitu saja”
“hem, tidak. Kau menangis setelah
membaca kertas itu. Boleh aku melihatnya?”
“eh, kau tahu”
“iya, aku melihat kertas ini yang
mendatangimu” dia mengambil kertas itu dan membacanya
“mendatangiku?” sang gadis bingung
Pria itu hanya mengangguk masih
sambil membaca kertas kuning itu dan mengerutkan kening. Sang gadis
memandanginya mengharapkan jawaban yang jelas. Pria itu mengembalikan kertas
pada sang gadis.
“malam kemarin, seperti biasa kau
tertidur sambil menunggu bis. Ehm, mulut mu terbuka dan kertas itu terbang lalu
menutupi mulutmu. Tidak kah kau ingat?”
Sang gadis mengerutkan dahi berusaha
mengingat.
“aku ingat, lalu kertas itu aku
masukan dalam tas dengan meremasnya”
“benar”
“pagi tadi aku akan membuang nya,
tapi kertas itu kembali padaku melalui kamu”
Pria itu mengangguk setuju dengan
senyum.
“dan sekarang kertas ini ada
ditanganku”
“kamu menangis karena merasa sedih
untuk yang menulis?” tanya pria itu lembut
Sang gadis tersenyum masam kali ini,
memandang kearah kertas kuning itu.
“bukan, aku hanya merasa ada aku di
dalam nya. Aku merasa itu seperti aku. lebih tepatnya karena aku juga sempat
mengalami hal itu” sedih tapi berusaha tegar sang gadis menjelaskannya
“apa mungkin ini tulisanmu yang kau
lupakan?”
“tidak, aku tidak terlalu suka
menulis dalam kertas. Aku lebih suka mengetiknya, apapun itu tulisannya”
“dan kau lihat, tidak ada buku apa
lagi pena hanya ada e-type yang aku bawa” sang gadis menunjukan isi tas nya dan
hanya ada dompet juga e-type –semacam tablet.
“coba sini aku lihat lagi”
diambilnya keras itu dan membacanya kembali “dimana itu imgonadie? Mungkin dari
sana kertas ini terbang?” sambil menunjukan seperti nama daerah yang tertera
dalamkertas kuning
“aku tidak tahu, aku tidak pernah
mendengarnya”
“iya aku juga, mungkin dia dari
negara essa?” candanya
“bagaimana mungkin dari essa bisa
sampai sejauh ini” senyum sang gadis muncul.
“baiklah akan aku simpan surat ini”
sang gadis memutuskan
“jagalah dengan baik, karena surat
ini kita mulai percakapan, kalau selama ini aku hanya memperhatikanmu”
Sang gadis menoleh penuh tanya pada
pria itu, dan hanya dibalas senyuman kecil.
“lanjutkan tidurmu, saat sudah
sampai tempatnya akan aku bangunkan” pria itu menutup pembicaraan dan menatap
kedepan dengan tenang. sang gadis menurut dan tertidur dalam perjalanan.
***
“miye shinee mensire” –selamat pagi
tuan, sapa sang gadis ramah pada pria disampingnya
“miye shinee noni” –selamat pagi nona,
pria membalasnya dengan senyum ramah sambil menundukan kepalanya, sopan.
“look mensire” sang gadis menunjukan
kertas kuning yang semalam mereka bahas.
“kenapa?”
“lihat nama tempat yang mensire
temukan”
Pria itu ikut memperhatikan, dan
mengerutkan dahi.
“apakah kau sudah tau, ada dimana
itu?”
“bukan mensire, coba mensire baca
dengan teliti”
Pria itu kembali memperhatikan
tulisan yang ada dipojok kanan bawah itu. Dia mengerutkan dahi kebingungan,
lalu melihat kearah sang gadis dan menggeleng pelan tanda tak paham
“hah” sang gadis menyerah, tak
menyangka pria itu tak paham hal itu.
“imgonadie, apakah mensire tidak
bisa membacanya. Perhatikan baik-baik, imgonadie. Semalam aku memisahkan
tiap-tiap hurufnya hingga berkali-kali, dan yang aku temukan seperti ini. I’m
gon a die”
Pria itu menoleh kaget pada sang
gadis, dan dibalas dengan anggukan yakin.
“ini seperti surat perpisahan pada
orang yang dituju, atau surat perpisahan yang hanya mampu dituliskan”
“benar mensire, dan perhatikan lagi
tahun dari penulisan surat ini 1845. Bukankah itu sudah lama sekali abad 18
mensire, bukankah itu terlalu lama. Diabad itu belum ada pena dengan tinta
seperti ini, dan kertas jenis ini”
“iya benar, noni. Kenapa aku tidak
menyadarinya, aku hanya tertarik pada nama daerahnya” pria itu memandangi tahun
penulisan surat”
“jadi apa yang mensire pikirkan?”
“em, tunggu sebentar” pria itu
berfikir dengan serius “apakah noni sudah mengetahuinya?” tanyanya dengan
serius
“aku tidak yakin, hanya perkiraanku
saja”
“em, begitu” pria itu mengangguk
sambil terus berfikir “jam!” tiba-tiba dia berteriak kaget.
“benar mensire, itulah yang aku
pikirkan juga” sang gadis bicara sambil sedikit tersenyum
“iya benar, mungkin dia berfikir
akan mati pukul 18.45”
“ya sepsertinya begitu”
“hei, bukankah kita seperti
detektif?”
“ah, benar” sang gadis tersenyum
senang
“rasa penasaran sepertinya yang
membuat detektif tetap bertahan menyelesaikan masalah. Dan sekerang aku
merasakannya” dengan yakin pria itu mengungkapkannya
“mensire, apakah ingin menyelesaikan
masalah ini?” sang gadis bertanya sambil tersenyum.
“em, saya rasa begitu. Bagaimana
noni?” tanya nya sambil mengerutkan dahi
“saya juga” sang gadis juga ikut
yakin
“nah, apalagi yang akan kita
temukan. Ayo kita perhatikan kembali surat ini”
Bis yang mereka tumpangi berhenti di
halte yang menjadi tujuan sang gadis.
“ah, sebaiknya kau turun, kau sudah
sampai”
“emm, kita lanjutkan saat kita
pulang nanti?”
“baiklah, dan noni pegang surat ini
aku akan memfotonya”
***
“noni, aku ada di dalam sini. Cepat masuk”
panggil pria dari dalam bis, dan sang gadis menghampiri dengan senyum.
“apakah ada sesuatu yang baru yang
noni ketahui?”
Sang gadis duduk disamping pria
dengan menunjukan wajah sebal yang candaan
“entahlah, aku tak yakin”
“kenapa?”
“menurutku sedikit aneh. Mensire
bagaimana?”
“aku tidak menemukan apapun, yah
masih sama seperti tadi pagi. Aku hanya menemukan jam itu, dan aku yakin itu
menunjukan waktu” jawabnya lemas dan berlanjut dengan pede.
“ck, jadi ini yang mensire bilang
semangat seorang detektif?”
“saya bilang saya memiliki semangat
itu, tapi otak saya bukan otak detektif” alasan pria itu dengan cengengesan
“ini yang kau temukan”
“apa apa apa?”
“ck, dari isinya saya yakin luapan
isi hatinya. Seseorang yang mengalami kekecewaan yang mendalam”
“iya benar, saya tahu itu”
“dan yang membuat kita penasaran
adalah tempat dan tanggal penulisan surat ini”
“iya, iya saya tahu. jadi apa yang
kau ketahui, cepat saya penasaran”
“mensire, kau ini benar-benar”
“baiklah saya akan sabar”
“ehem, pukul 18.45 bisa terjadi
setiap hari”
Pria itu mengangguk paham dan
berusaha sabar, jadi hanya akan mendengarkan dengan baik.
“dan itu kemungkinan pada tanggal 22
jullies, tapi bukankah itu sudah lewat”
“jadi kemungkinan penulis surat ini
sudah meninggal, dan kita terlambat untuk mengetahuinya”
“nah, itu dia sepertinya begitu”
“tapi buat apa surat ini sampai
padamu?”
“mungkin hanya terbang dan sampai
padaku”
“benarkah, hanya seperti itu”
“sudahlah mensire, tidak usah
dipirkan mungkin hanya sebetas kertas yang kebetulan terbang ke arahku”
“oh iya, baiklah” pria itu santai
menanggapi
Sang gadis termenung memandang ke
luar jendela, memandangi kegelapan malam. Dia masih merasakan kegelisahan dalam
hatinya karena surat kertas kuning. Dalam diamnya, sang gadis masih memikirkan
asal dari surat itu, penulisnya, kenapa dia menulis nya. Pertanyaan itu masih
menggelantung dalam kepalanya. Pria disamping nya pun hanya diam, memandang
lurus ke depan.
***
Pagi ini, sang gadis tidak melihat
pria itu ada dihalte. Dia menoleh ke segala arah mencari keberadaan si pria,
tapi takada tanda kehadiran seseorang. Melihat bis sudah datang, sang gadis
langsung masuk dan duduk di tempat favorit nya. Dia masih mengharapkan
kehadiran si pria, tapi bis sudah melaju dan pris itu tidak juga ada dalam bis
yang ditumpanginya.
Dalam perjalanan, sang gadis
memegang kembali kertas kuning itu. Dipandangnya kertas kuning dengan rasa
penasaran. Setipa kali dia membacanya,
dia pasti merasakan kesedihan. Dia seperti merasakan kekewaan penulis itu. Karena
itu juga lah yang dia alami, melihat orang yang selalu dia cintai tak pernah
bisa dia miliki dan kini hanya mampu melihatnya bersama yang lain.
***
“miye mora, noni” –selamat malam,
nona
“mensire, kenapa pagi tadi kita
tidak bertemu?”
“oh, saya pergi lebih pagi dari
biasanya karena ada yang harus saya selesaikan. Jadi bagaimana pengamatan ita
tentang surat kuning, apakah akan dituntaskan atau benar-benar akan kita
cukupkan?” tanya pria itu saat sudah dalam bis”
“kita lanjutkan mensire, setuju?”
“setuju, tapi noni tau saya tak
banyak membantu”
“ya, tidak apa saya tahu itu”
“jadi apa yang sudah kita temukan?”
“coba mensire lihat ini” dia
menunjukan buku kecil dengan rincian nama barang dan harganya.
“ah, jenis tulisannya sama noni.
Milik siapa buku ini”
“saya mensire” jawab sang gadis
dengan lemah dan ada nada keheranan dari kalimatnya sendiri
“milik noni? Atau seseprang yang
noni kenal dan buku ini ada pada noni”
“ini benar milik saya, pernah suatu
hari saya pergi berbelanja dan melupakan beberapa barang. Karena tak ingin
kembali saya menitip pada teman yang ingin pergi berbelanja. Setela itu kami
bersama merinci harga yang harus saya ganti, dan hari itu saya kebetulan saya
meninggalkan e-type jadi saya menuliskannya pada buku ini”
“nah, bukankah pernah saya katakan mungkin
ini milik noni”
“tapi saya tak merasa pernah
menulisnya”
“benarkah?”
“dana teka-teki yang kita temukan,
i’m gon a die, 22 juliies, 18.45? kalau saya yang menulisnya seharusnya saya
sudah mati dan tidak berada disini bersama mensire”
“benarkah?”
“apa maksud mensire?”
“tidak apa-apa” jawabnya tenang
sambil memandang ke depan
“tidak kah mensire penasaran, kenapa
tulisan kami bisa sama?”
“entahlah, aku lelah. Aku mau tidur,
hari ini melelahkan sekali” pria itu merebahkan kepalanya dengan tenang pada sandaran
kursi.
“chh, baiklah biar aku sendiri yang
memikirkannya. Toh dari awal aku sendri yang berfikir disini” sang gadis kesal,
Pria itu tetap tenang dalam tidurnya.
***
“noni, tidak kah kau merasa ada yang
aneh” pria itu mengajukan pertanyaan pada sang gadis saat mereka dalam
perjalanan berangkat bekerja
“apa” jawabnya masih dengan nada
kesal
“apakah kau baik-baik saja? Tidak
kau merasa ada yang berubah?” tanya nya makin serius
“apa, aku tidak tau. Aku tidak
merasakan apa-apa”
“begitukah? Baiklah” akhirnya pria
itu menyerah bertanya, menyilangkang tangannya dan memandang lurus ke depan.
‘apa yang beda dariku, tidak ada.
Aku masih seperti biasa’
‘aku berangkat bekerja, membuat
rancangan program terbaru, menyelsaikannya, lalu pulang’
‘mensire yang justru aneh,
menanyakan hal yang aneh’ ucapnya dalam hati
Gadis itu diam dan memandag keluar,
menerawang dari kaca. Diam nya kali ini memikirkan kembali ucapan si pria yang
membuat nya gelisah. Dia lalu berdiri dengan terkejut, saat melihat ada yang
aneh.
Dia berjalan ke arah seorang
penumpang, melihat keseluruh bagian bis. Dia melihat bayangan samar dari semua
penumpang, dan dia tidak melihat ada dia di dalamnya. Dia berusaha menyapa
salah seorang penumpang dan tidak mendapat jawaban. Sang gadis merasa panik, dia
menggoyangkan tangannya di depan muka penumpang itu. Sang gadis semakin panik,
dia berteriak pada penumpang itu, tak ada satu orang pun yang mendengarkannya.
Sang gadis lemas dan menangis,
tiba-tiba dia merasakan dingin dan pandangannya kabur.
Berjalan mendekati si pria, dan berusaha
membangunkannya. Tapi dai tak mampu dia hanya diam dan memandanginya dengan
lemas dan menangis ketakutan.
“apakah kau sudah menyadarinya?”
tanya pria itu masih dengan terpejam
“apa ini, mensire?” tanya sang gadis
dengan gugup dan takut
“kenapa mereka tidak mendengarku,
kenapa hanya mensire yang mendengarkan aku, kenapa seperti ini?”
Pria itu membuka matanya dan
memandang sang gadis dengan tenang
“selama ini tidak ada yang aneh
dengan diriku, sampai mensire bertanya seperti itu. Aku berangkat dan beker..”
dia menghentikan kalimatnya, dan mulai menangis dalam ketakutan.
Dalam pekerjaannya yang memang
sendiri, dia tidak merasa heran. Tapi saat dia berada di halte, bis hanya
berhenti saat ada orang lain bersamanya. Saat dia sendiri, bis tidak pernah
berhenti, sang gadis menganggapnya biasa karena dia pikir supir tidak
melihatnya dan dia malas untuk mengejarnya karena sudah lelah bekerja. Hidup di
kompartemen sendiri dan bekerja sendiri. Sang gadis menangis tanpa suara dalam
ketakutan dan badan gemetar.
***
Danau Jullies yang berada di blok 22
kota Ellise, menghadirkan akhir musim gugur yang sangat dingin. Tenggelamnya seorang gadis di danau tersebut,
membuat danau semakin mengeluarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Ada seorang
pria dengan rambut putih berkilau, kulit pucat dingin, berjas putih lembut
memandangi danau tersebut sambil memegang kertas kuning. Di pinggir danau, dia
memandang dengan ketenangan.
“gwenee moza, mensire” –terimakasih
banyak , tuan
Sapa seorang gadis dengan gaun putih
lembut dan kulit putih pucat, memandang kearahnya dan tersenyum ramah.
Pria itu menoleh kearahnya dan
membalas senyum sang gadis.
“ini sudah tugasku, mengantarmu
ketempat yang seharusnya” dengan senyum ramah.
_______
Tidak ada komentar:
Posting Komentar