Jumat, 02 Desember 2011

kecerobohanku,

termasuk dalam sifat bukan yaaa? Gak tau juga sih, yang pasti aku orang yang ceroboh. 

Semuanya sembarangan, ngelakuin segala sesuatu suka gupek. Ngegeletakin barang juga suka sembarangan, megang benda apapun juga gak ati-ati. inilah jeleknya, semua barang-barang gak ada yang awet, barang kalo udah dipegang pasti ada masanya bakal jatoh

Sampe putihku juga ikut jadi korban :( maaf ya Putih, gak sengajaaaaa.

Padahal Putihkan belom lunas dibayar. Loh?

Tragedi ini terjadi atas kecerobohanku. (pastinya)

Pada suatu malam yang sunyi (halah lebay). Semua penghuni rumah udah pada tidur tuh, hanya ada aku dan Putih yang selalu setia menemani. Saking asiknya aku gak perhatiin kalo si Putih udah mulai laper. Putih udah kasih peringatan kalo dia laper, tapi aku pilih tetep minta temenin dia beberapa saat. Sampe akhirnya Putih marah, dia kasih tau kalo dia udah bener-bener laper.

Dengan rasa agak tau diri dikit, karena udah diteminin dari tadi sama si Putih. Aku pergi ambil makanannya, sambil bawa hape yang berdering dengan rajin setiap kali temen yang lagi asik curhat kirim sms. Makanan Putih dateng  aku ajak Putih makan, sewaktu aku kasih makan ke Putih dan Putih siap temenin aku (lagi), makanan Putih jatoh.

Sebagai orang yang baik (sebenernya sih karena pengen tetep ditemenin Putih),  aku ambil makanan Putih yang jatoh sambil pegang Putih dan handphone. Putih jatoh, handphone jatoh, makanan Putih jatoh (setelah diambil), semua jatoh bareng-bareng gara mau tolongin makanan Putih  yang jatoh. :’(. Putih pingsan, aku bingung, aku panik, aku lemes, aku takut, aku salah, aku aku. #panik.

Masih ngerasa bersalah dan takut, aku bangunin Putih dengan keberanian penuh. Putih sadar, tapi masih lemes, masih dengan pandangan gelap (kayaknya). Panik-panik-panik. Aku minta Putih untuk tidur dulu, aku biarin Putih tidur. Nunggu dengan rasa bersalah, aku liatin Putih tidur lemah.

Kasih kabar ketemen, kalo Putih jatoh dan pingsan (lebay). Dia suruh aku untuk bengunin Putih pelan-pelan. Aku bangunin Putih pelan-pelan, Psutih bangun, lebih seger dari keadaan tadi. Aku cek kesehatan Putih secara global aja (apasih), kayaknya sih sehat. Sedikit ngerasa lega, karena keliatannya Putih gak kenapa-kenapa, mungkin tadi itu Putih kaget aja sampe pingsan gitu.

. . .

Maaf ya Putih, gara-gara aku ceroboh kamu sampe kayak gini. Tapi sekarang kamu baek-baek aja kan, tetep mau temenin aku kan. Besok-besok aku ati-ati kok kalo ajak kamu.


Makasih yaaa Putih, sayang kamu looooh. :*




huwh,

 Air mata. . .
Keluar begitu saja saat mengerti apa maksudnya,
Sedikit demi sedikit tanpa henti,
Tak mampu menghentikannya,
Berusahapun justru menimbulkan rasa sakit,
Saat akan berhenti justru kembali hadir dalam ingatan,

Sakit. . .
Timbul saat mengerti maksudnya,
Semakin timbul dan menyiksa,
Sulit untuk menghilangkannya,
Hadir saat kembali teringat,

. . .





::terjadi saat ini, selanjutnya akan berusaha baik-baik saja. J
::bukan ingin terlihat lemah, apa salahnya mengungkapkanya. akan semakin sakit jika ditahan sendiri.

Maaf (lagi...)



Dia benar manusia jika pernah mengalami sakit. Sakit bukanlah kesalahan, sakit adalah bagian dari hidup. Janganlah takut akan rasa sakit, rasa itu akan tetap muncul dalam hidupmu. Sekeras apapun berusaha menghindarinya, rasa yang memang telah menjadi bagian dari hidup ini tidak akan bisa ditolak.

Tak ada seorangpun yang siap akan rasa sakit. Saat dia berkata dia siappun, sesungguhnya tetap akan sangat tersiksa akan sakit itu.

. . .

Pada bagian ini entah siapa yang tersakiti. aku merasa semua, semua sakit.
Maaf, telah menimbulkan rasa sakit ini. telah menjadi seorang yang egois, 

Sungguhlah maaf, 

Maaf, 

. . .

Aku tidak terlalu paham yang terjadi. Aku sulit untuk menyikapinya.

. . . 

Maaf,

Samar dalam Gelap

Berdiri tepat dibawah cahaya lampu jalan yang amat terang. Memandangi daerah gelap yang ada dibawah sana.  Jalan menurun yang hanya mendapatkan penerangan dari lampu-lampu luar rumah warga, membuatnya terlihat temaram.  Sera, sendiri memandangi jalanan itu tanpa dia tahu sebenarnya apa yang dilakukan. Matanya tajam memperhatikan jalan yang temaram, tapi pikirannya pergi entah kemana.

Dengan terus memandang dan tetap dengan pikiran yang entah sedang berada dimana, Sera meraskan dinginnya malam yang tak dapat dihindarkan. Dirapatkan tangan di depan dada,berharap mendapatkan kehangatan meskipun tak sepenuhnya. Malam diiringi kecangnya angin dan bulan yang redup, seredup pikiran Sera malam itu. 

Dalam pandangannya yang sedikit buram, Sera mendapati sesuatu yan bergerak berasal dari jalan temaram itu. Tiba-tiba bulu kudunya berdiri, angin kencang yang tiba-tiba berhembus membuatnya semakin ciut. Penuh rasa panik dalam diri Sera, tapi dia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Sesuatu yang bergerak itu,tetap telihat samar tidak memperlihatkan kejelasan, hanya bayangan.

Lemas yang Sera rasakan saat itu, takut tapi entah kenapa dia tak mampu untuk pergi dari tempat. Tak juga memejamkan mata untuk menghindari apa yang dia lihat dalam kegelapan jalan itu. Sesuatu yang bergerak itu semakin mendekat, bergerak lembut tak bersuara. Ketakutan semakin mejalar dalam tubuh Sera, saat sesuatu yang bergerak itu samar-samar terkena sinar lampu rumah warga dan menimbulkan gambaran yang menakutkan.

Memberanikan diri, Sera memperhatikan dengan seksama sesuatu yang bergerak itu. Melambai, sesuatu yang bergerak itu melambai padanya. Sera merasakan lemas dalam tubuhnya, seperti sudah tak ada kekuatan untuk menopang tubuhnya. Sesuatu itu semakin terlihat di mata Sera yang justru semakin membuatnya lemas. Meskipun sudah dekat dengan mata Sera, tapi tetap telihat samar dimatanya. Ambruk, Sera pingsan saat itu juga, kakinya yang lemas sudah tak kuat menahan beban tubuhnya. 

. . .

Tersadar dari pingsannya, Sera sudah berada dirumah dan dikamarnya. Masih dengan rasa takut Sera melihat sekeliling ruangan, ada ibu dan sahabatnya, Tita dalam kamarnya. Tita masih menggunakan mukena menunjukan wajah khawatir.  Sera memperhatikan baik-baik temannya itu dan dia menyadari apa yang membuatnya takut.

Senyum tersungging dari bibir Sera denga manis, dan mendapat balasan senyuman dari Ibu dan Tita yang sepertinya sudah khwatir sejak tadi.


::karyaku

Kamis, 01 Desember 2011

Ingatan,


“aku mau buat kamu sayang aku”

Teringat kalimat itu secara tiba-tiba, kenapa aku harus mengingatnya saat aku membaca namanya dalam kontakku.

Mungkin karena disaat seperti ini biasanya dia selalu ada dalam telpon genggamku, dalam bentuk pesan atau hubungan telpon.

Teringat saat kamu sampaikan kalimat itu, itu tersampaikan  disaat kita terasa sangatlah dekat. Kedekatan yang tidak dipahami apa maknanya. Tahukah kamu sebelum kamu menyampaikannya, aku berusaha untuk menata rasa ini agar tidak terlihat olehmu. Aku melakukannya, karena aku takut akan terjadi hal yang menakutkan. Aku menata agar ini, cukup aku yang tahu. Aku takut jauh darimu saat kau tahu yang aku rasa.

Aku senang bisa sedekat saat itu terhadapmu, aku yang selalu menjadi seorang pengagum rahasiamu. Aku mampu sedekat itu, mampu melakukan hal-hal aneh bersamamu meskipun tak secara langsung. 

. . .

Dan kau berhasil, berhasil membuatku menguatkan rasa ini terhadapmu. Kau berhasil membuatku merasa nyaman bersamamu, tidak ingin jauh darimu.

Tapi, kenapa hal menakutkan itu terjadi disaat aku merasa benar-benar kuat akan rasaku teradapmu. Mungkin ini bukanlah hal yang menakutkan sebenarnya, tapi ini terasa menakutkan buatku yang memendam rasa bersalah. Karena aku membuatmu dekat denganku tanpa dia ketahui. 

Mungkin itu yang benar, hal itu terjadi untuk memberitahuku agar tidak mengganggu kamu dan dia.

. . .

Maafkan aku, membuatmu seperti ini.



:: hanyalah ingatan disela pikiranku